Ketiga, menempatkan Asia Tenggara dalam jejaring transnasional Islam. Keempat, mengangkat sarjana lokal sebagai produsen pengetahuan. Kelima, mengakui keunikan tradisi lokal sebagai bagian dari Islam global. Dan keenam, menegaskan Asia Tenggara sebagai penghasil pengetahuan yang memperkaya diskursus Islam dunia.
Helmiati menambahkan, praktik keagamaan lokal yang kerap dianggap kurang murni justru mencerminkan kreativitas masyarakat Asia Tenggara.
“Kontribusi kawasan ini nyata, terutama dalam hal demokrasi, moderasi, dan resolusi konflik,” ujarnya.
Webinar ini dipandu Hermansyah MTh MHum dan dibuka oleh Ketua Prodi Doktor Studi Islam UIN Ar-Raniry, Prof Dr Syamsul Rijal MAg. Acara turut dihadiri mahasiswa Program S3 Studi Islam Pascasarjana UIN Ar-Raniry.
Dalam sambutannya, Syamsul Rijal menekankan pentingnya meninjau ulang studi Islam Asia Tenggara dengan perspektif baru. Ia menyebut pertemuan antara Islam global dan lokal sejak awal telah membentuk corak keagamaan yang khas di kawasan Melayu dan bekas India Belanda.
“Karena itu diperlukan pendekatan baru untuk memahami Islam Asia Tenggara,” kata Syamsul.
Lebih lanjut, Syamsul menegaskan bahwa kajian Islam Asia Tenggara diharapkan mampu menghasilkan konsep “Islam Berkemajuan” sebagai representasi dari upaya sinkretisme dengan budaya lokal, sehingga substansi keislaman dapat memberikan narasi alternatif yang damai dan inklusif, berbeda dari interpretasi manapun sebelumnya. [ ]

